Bismillaah, SAVE OUR SOULS (SOS) Oleh : Nur Alam
Selamatkan jiwa kami (Save our souls), adalah sinyal marabahaya, seperti kapal karam, kecelakaan pesawat, kebakaran hutan dan kondisi darurat lainnya.
Kode Morse ini pertama kali diperkenalkan oleh Konvensi Telegrafik Radio Internasional di Berlin pada tahun 1906, dan sejak itu telah diakui secara luas sebagai sinyal marabahaya standar di seluruh dunia.
SOS dalam tulisan ini membahas hot topics yang terjadi akhir-akhir ini, mulai dari revisi UU KPK, UU Cipta Karya, UU Minerba sampai klimaksnya adalah pengesahan UU KUHP 2022, yang menempatkan posisi demokrasi di negeri Wakanda ini pada titik yang sangat-sangat gawat darurat.
Berbagai produk hukum oligarkis tersebut, yang diklaim sebagai formula mengantisipasi ancaman resesi ekonomi global sekaligus menyongsong Pemilu 2024, tapi sejatinya malah memasung demokrasi dan menyusahkan masyarakat.
Masyarakat kita tidak bisa dibodohi terus menerus. Kekecewaan publik akhirnya menjadi boomerang bagi elit-elit politik yang menghalalkan segala cara. Dalam sebuah negara demokrasi yang harus dikedepankan adalah sisi kompetensi, pengalaman dan integritas moral, bukan sekedar mobilitas cuan dan cawe-cawe untuk kepentingan politik dinasti bersama oligarkinya.
Untuk menjawab kondisi gawat darurat tersebut, kita harus mampu menghadirkan pemimpin bangsa ini yang punya sifat dan track record: jujur (shiddiq), dipercaya (amanah), transparan (tabligh) dan cerdas (fathanah), seperti sifat-sifat Rasulullah SAW.
Kepemimpinan dalam Islam adalah sebuah amanah untuk menegakkan keadilan, menghadirkan kesejahteraan dan menerapkan tatanan masyarakat yang sesuai dengan syariat Allah. Maka, hanya pemimpin yang memiliki sifat dan track record di atas lah yang mampu mewujudkan perubahan untuk perbaikan dalam banyak hal (QS. 29:69).
Ikhwani wa Akhwati fil ‘aqidah, tinggal dalam hitungan 19 hari ke depan, bangsa ini, terutama umat Islam wajib memilih calon pemimpin yang punya paket komplit, mulai dari aqidah, ibadah, mu’amalah, akhlak, ilmu, integritas sampai track record -nya yang terbaik dari tiga paslon yang ada.
Ketika kita salah memilih pemimpin, sama halnya kita sudah membuat alasan untuk hadirnya murka Allah. Karena, bukan hanya perkara seremonial saja mencoblos di bilik TPS dan selesai, ada konsekuensi akhiratnya. Ketika salah memilih pemimpin, kita sudah membuat dampak kerusakan bagi kehidupan orang banyak di dunia ini (QS. 4:144).
Ketika kita salah memilih pemimpin 2024 ini, kita harus mengucapkan selamat tinggal dana bantuan pendidikan, bantuan sosial dan subsidi kesehatan. Karena APBN yang selama ini dialokasikan untuk mensubsidi tiga hal primer tersebut akan digunakan untuk program makan dan minum susu gratis bagi 280-an juta rakyat Indonesia, dan ini sebuah gagasan halusinasi menurut akal sehat kita.
Politik riang gembira adalah pembodohan kepada rakyat banyak. Kampanye dengan lucu-lucuan, joget-jogetan, bagi-bagi amplop dan janji makan siang gratis itu semua adalah kamuflase untuk menutupi aib, kepanikan dan bukti tidak punya konsep kepemimpinan yang kuat, visioner dan mencerdaskan (QS. 3:196).
Hari ini, saatnya kita wajib menjadi pemilih-pemilih Muslim yang cerdas. Seperti nasehat Imam Syafi’i, “Ketika kamu menyampaikan kebenaran (al-Haq), ada dua reaksi yang berbeda. Pertama, orang cerdas akan merenung. Dan kedua, orang bodoh akan tersinggung. Karena sangat sulit meyakinkan seekor lalat, bahwa bunga lebih indah dari sampah.”
Prof. Fahmi Zarkasyi, Rektor Universitas Darussalam, Gontor, berpesan, “Orang berpikiran bebas itu adalah orang yang bisa menentukan al-khair wasy syar (baik dan buruk), itu saja. Hanya ada dua pilihan dalam Islam, khair atau syar ya. Kalau ada pilihan satu, dua, tiga, pasti hanya satu yang dipilih, ga boleh memilih tiga-tiganya.”
Terkini, ada resolusi MUI yang berbunyi, “Mempertimbangkan kondisi negara yang dijalankan secara otoriter dan inkonstitusional serta maraknya campur tangan Asing dan Aseng, maka MUI memutuskan Fardhu ‘Ain untuk memilih AMIN.”
Terakhir, sebuah narasi sejuk dari pak Anies, “Bila ternyata ikhtiar kita ini menemukan ujungnya yang tidak seperti yang kita inginkan, kita kembalikan kepada Allah. Pada masalah apapun yang kita hadapi, katakan kita punya Allah. Jangan pernah katakan pada Allah, kita punya masalah, tapi katakan pada masalah, kita punya Allah.”
Simpulan
Salah memilih pemimpin bangsa ini di 2024, berarti kita sudah berkontribusi untuk mengulangi kesalahan fatal selama lima tahun ke depannya.
Salah memilih pemimpin bangsa ini di 2024, berarti kita sudah membuat alasan untuk menghadirkan murka Allah, konsekuensinya ada di akhirat.